Jember Terkini - Disitu, jangankan berbicara, mengedipkan mata saja pak Atmojo dan Bu Asih terlihat sangat kesulitan.
Yang ada hanya tetesan air mata dari matanya yang terlihat menetes menandakan, jika bu Asih dan pak Atmojo sedang menahan kesedihan yang sangat luar biasa.
Disitu semua orang yang ada dirumah itupun seketika kebingungan dengan seketika dipanggilnya ulama, dokter hingga orang yang dianggap bisa mengobati karena saat itu, semua orang yang ada didalam rumah itu sudah beranggapan, jika pak Atmojo dan bu Asih terkena Santet yang sangat ganas.
Dan puncaknya, sekitar 5 jam kemudian atau lebih tepatnya pukul 17.30 surup menjelang maghrib, akhirnya pak Atmojo dan bu Asih Pun menghembuskan nafas terakhirnya dengan keadaan yang benar-benar sangat mengenaskan.
Selain dengan keadaan bagian depan tubuhnya membesar, lidah dari bu Asih dan pak Atmojo terlihat menjulur keluar seperti telah dicekik oleh seseorang.
Dan akhirnya, setelah kematian pak Atmojo dan bu Asih, aku dan istriku pun memutuskan untuk hendak pulang ke kampung halamanku yang ada di daerah jawa tengah tentu saja setelah semua prosesi pemakaman pak Atmojo dan bu Asih selesai dilakukan.
Tapi anehnya, atas perintah dari pak Darma selaku saudara dari bu Asih dan pak Atmojo, bu Asih dan Pak Atmojo tersebut dimakamkan tidak ditempat pemakaman umum, melainkan dimakamkan diarea kebun pisang yang ada dibelakang rumah yang dimana, konon katanya semua sengaja dilakukan atas permintaan dari pak Atmojo itu sendiri.
"Jangan dimakamkan di pemakaman umum, Atmojo dulu sempat bikin wasiat kepadaku. Jika sudah meninggal dia ingin dimakamkan dibelakang rumahnya karena dia ingin menjaga tanahnya", ucap Pak Darma yang waktu itu mengejutkanku dan mengejutkan semua orang yang ada dirumah itu.
Dan karena pada dasarnya keluarga pak Atmojo ini memang terkenal sangat kaya dan berpengaruh didaerahnya, akhirnya permintaan dari pak Darma tersebut disetujui yang puncaknya, jenazah Singgih, Pak Atmojo dan Bu Asih waktu itu benar-benar dimakamkan diarea ladang pisang yang ada dibelakang rumahnya tersebut.
Dan di momen pemakaman itulah, ketika semua orang masih fokus dengan proses penguburan jenazah.
Aku tiba-tiba dikejutkan dengan omongan salah satu warga yang kebetulan sedang berdiri tepat di belakang tubuhku.
"Santet Brojo Sukmo memang mematikan, tidak sampai hitungan hari, dalam hitungan jam, semua korbannya akan binasa", ucap salah satu warga tersebut yang setelah ku toleh dan kuingat-ingat, warga tersebut adalah seorang kakek-kakek yang tinggal tidak begitu jauh dari rumah pak Atmojo.
"Maksudnya kek", sahutku sopan karena pada dasarnya, meskipun aku sudah lama bekerja bersama pak Atmojo, aku bisa dikatakan sangat jarang sekali keluar dari area rumah pak Atmojo. Hal itulah, yang akhirnya membuat aku tidak terlalu kenal dengan warga sekitar.
"Aku sebenarnya tau jika keluarga ini terkena santet, aku sudah menduga sekitar 10 hari yang lalu", imbuh kakek-kakek tersebut.
"Ndas glundung iku tondo tekane santet (kepala menggelinding itu adalah tanda akan ada datangnya santet)" imbuh kakek tua tersebut menambahkan.
Mendengar hal itu, akupun mundur satu langkah dengan tatapan mataku yang terus saja menatap kearah kakek tersebut dengan dipenuhi rasa penasaran.
"Ndas glundung? Maksudnya bagaimana ya kek", tanyaku kebingungan.
"Kamu sebenarnya juga tau kan, tepat di tanah dimakamkannya Atmojo itu sebelumnya sudah pernah digali."sahut kakek tersebut jelas.
Disitu, fikiranku yang sebelumnya masih terus kebingungan, tentu saja seketika terkejut tidak karuan karena saat itu, akupun seketika ingat sekitar seminggu yang lalu, aku memang melihat ada sosok tanpa kepala yang terlihat sedang menggali tanah di tempat tersebut.
Dan tanpa menanggapi pernyataan si kakek, akupun akhirnya hanya diam sambil tersenyum pelan.
"Jika aku boleh menebak, pengirim santet ini sebenarnya bukan orang luar, melainkan orang dalam itu sendiri. Ya bisa jadi saudara-saudara dari Asih. karena mereka ingin menguasai harta warisan keluarga pak Prabu, ayah mertua dari Atmojo. Kamu tau kan kalau semua harta kekayaan Atmojo ini sebenarnya dari keluarga istrinya? Dan karena ada kecemburuan sosial dari pihak saudara Asih, akhirnya mereka disingkirkan. Yang ku sayang kan, kenapa menggunakan cara seperti ini", ungkap kakek-kakek tersebut yang terlihat mengetahui semua seluk beluk dari permasalahan keluarga pak Atmojo.
"Kalau itu, saya kurang faham sih ya, tapi sepertinya ucapan kakek ini ada benarnya. Beberapa waktu yang lalu, pak Atmojo dengan bu Asih memang sempat ribut besar, aku tidak tau masalahnya apa, yang jelas aku sempat sedikit mendengar jika memang menyinggung tanah, perkebunan dan bangunan milik orang tua bu Asih. Ngomong-ngomong kakek kok tau semuanya ya, kakek ini siapa, apa ada hubungan keluarga dengan pak Atmojo?" tanyaku pelan.
"Enggak juga sih, saya cuma tetangga yang dari dulu mengenal baik keluarga pak Prabu hingga Atmojo, saya tau seluk beluknya soalnya dulu saya sempat dekat dengan pak Prabu, ayah dari Asih. Dan sekitar 10 hari yang lalu, aku sempat melihat ada beberapa orang yang sepertinya, mereka anak buah dari saudara saudara si Asih. Mereka mengendap endap dan wara wiri disekitar rumah Atmojo waktu tengah malam. Saya sih waktu itu gak curiga sama sekali soalnya gak mungkin lah mereka mau merampok ataupun mencuri. Namun setelah semua ini terjadi saya jadi beranggapan jika santet ini memang dikirim oleh saudaranya sendiri. Ini santet Brojo Sukmo mas, santet paling mematikan, medianya sudah tidak melalui udara lagi, tapi sudah melalui tanah yang terkenal lebih cepat dan ampuh menghabisi korbannya", terang kakek tua tersebut menjelaskan.
Hingga akhirnya, karena saat itu aku tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan orang, akhirnya akupun hanya diam dengan terus menatap jenazah keluarga pak Atmojo yang waktu itu sudah mulai dimasukkan ke dalam liang lahat.
Singkat cerita, setelah semua proses pemakaman tersebut selesai, akupun kembali kerumah pak Atmojo sekaligus ingin berpamitan untuk berhenti bekerja.
Namun sayangnya, atas permintaan pak Darma, aku dan istriku diarahkan untuk tinggal hingga semua proses selamatan dari keluarga pak Atmojo tersebut selesai dilakukan.
...
40 hari setelah kematian keluarga Atmojo.
01.30 dinihari.
..
"Tak lelooo,,lee,looo,lee,,loo lidduunggg,, njumenengo anakku cah bagusss"
Suara lantunan yang terdengar pelan yang setelah aku membuka mataku, ternyata saat itu tepat disamping tubuhku, aku melihat istriku sudah dalam keadaan membiru.
Lidahnya menjulur keluar, matanya melotot tidak bernyawa dengan posisi sudah berbaring di pangkuan seorang wanita berwajah hancur dengan rambutnya yang terlihat sangat panjang menjulang.
Mengetahui semua itu, akupun seketika berlari menyelamatkan diri dengan terus berteriak meminta pertolongan.
Tapi anehnya, belum selesai aku berlari dan sampai diarea ruang tamu rumah pak Atmojo.
Waktu itu aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, disitu ada pak Atmojo, bu Asih, Singgih dan satu laki-laki tua tidak berkepala yang dimana, mereka semua sedang duduk dengan tidak sekalipun menghiraukan ku.
Disitu, rasa takutku sepertinya sudah sampai pada puncaknya, aku berlari aku menangis dengan terus saja berteriak histeris meminta pertolongan kepada warga sekitar.
Puncaknya, setelah ada beberapa warga yang mendengar teriakanku, akhirnya merekapun bersama-sama menenangkan ku, mendengarkan penjelasanku yang akhirnya, aku dan para warga masuk kembali kedalam rumah pak Atmojo untuk melihat kondisi Istriku.
Tapi anehnya, ketika aku sampai di kamar tidurku, perasaanku pun kembali terkejut karena saat itu, Istriku ternyata tidak apa-apa dengan keadaan yang masih tertidur pulas ditempatnya.
Disitu karena fikiranku yang sudah tidak karuan, akhirnya aku memutuskan untuk seketika mengajak istriku keluar dari rumah itu untuk selama lamanya.
Dan akhir cerita, saat ini sudah sekitar 35 tahun sejak aku mengalami itu semua.
Rumah pak Atmojo yang ada di Jawa timur tersebut sepertinya juga masih ada dengan tidak ada satupun orang yang menempatinya.
Terakhir berita yang kudengar, Rumah itu ditawarkan kesana kemari namun sampai detik ini, masih tidak ada satupun orang yang mau membeli.
Mungkin, cerita itu adalah cerita yang paling berkesan selama aku hidup di dunia ini.
Bisa di katakan, saat itu aku bisa selamat bukan hanya karena keberuntungan, namun karena aku memang bukan target dari santet tersebut.
Andai saja waktu itu aku juga menjadi target santetnya, mungkin saat ini aku juga sudah tidak ada.
Kini, meski istriku sudah meninggal dunia, aku akan tetap menyimpan cerita ini dan akan ku bagikan kepada anak cucuku dan semua orang agar mereka semua bisa lebih berhati hati lagi dalam menjalani hidup.
Terimakasih teman-teman, semoga cerita ini menemani hari-hari kalian.
Sampai jumpa di cerita-cerita kami selanjutnya. END (JT/LakonStory)
Disclaimer:
- Tempat dan nama telah disamarkan demi menjaga privasi narasumber.
- Hak cipta sepenuhnya dimiliki oleh pemilik akun X/LakonStory.
- Segala bentuk plagiasi ataupun pengutipan isi cerita tanpa seizin dan sepengetahuan penulis akan kami tindaklanjuti.
- Hanya Laros Media merupakan website resmi yang ditunjuk oleh Lakon Story untuk dapat mempublikasikan tulisan ini.
- Segala isi cerita yang ada telah diambil dari narasumber yang bersangkutan serta adanya sentuhan perubahan agar cerita menjadi nyaman untuk dibaca.