TpMlGUr8GSM9GpOiTSM6TSO0TY==

Perubahan PP Tapera, Apa Relevan?



PRESIDEN Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyambut baik keluarnya aturan tersebut. Aturan sebelumnya menetapkan bahwa pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara berkala dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan pokok simpanan setelah pemupukan berakhir.

Banyak hal penting yang diatur dalam Peraturan Negara Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur ketentuan antara lain kewenangan penertiban anggota Tapera dan kementerian yang bertanggung jawab, serta pemisahan sumber pendanaan antara Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari dana Tapera.

Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, BP Tapera didirikan dengan tujuan penghimpunan dan pembayaran berkelanjutan dengan tujuan melindungi kepentingan peserta dan memberikan pendapatan jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dan perumahan yang terjangkau bagi peserta.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Salah satu isinya adalah pemotongan gaji karyawan untuk Tapera, yang sebelumnya diberikan kepada pegawai negeri sipil melalui iuran Tabungan Perumahan atau Taperum.

Namun, kini potongan diberlakukan untuk seluruh karyawan, baik di sektor publik maupun swasta. Pekerja swasta menerima pemotongan bersama, sementara pekerja mandiri menerima pemotongan 3 persen dari gaji mereka. Pekerja membayar 2,5 persen, sedangkan pemberi kerja membayar 0,5 persen.

Tulisan ini dimaksudkan untuk merespons isu hukum di atas. Telaah akan dibatasi oleh 2 pertanyaan, yaitu bagaimana latar belakang terbentuknya kebijakan tersebut dan apa yang menyebabkan terjadinya penolakan di dalam masyarakat.

Latar Belakang Kebijakan

Pada tanggal 29 April 2015, di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, Presiden Jokowi meresmikan Program Satu Juta Rumah. Program ini yang merupakan salah satu program strategis nasional, bertujuan untuk mengatasi kesenjangan antara pasokan rumah dan kebutuhan rumah atau backlog di Indonesia.

Tapera adalah salah satu dari banyak program pembiayaan yang disediakan pemerintah kepada rakyat berpenghasilan rendah berdasarkan permintaan. Tapera pada dasarnya terbentuk dalam beberapa latar belakang, yaitu kesulitan akses perumahan seperti orang berpenghasilan rendah sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan rumah yang layak, baik dari segi harga maupun skema pembiayaan yang tersedia.

Mereka cenderung tidak memiliki banyak uang untuk membayar uang muka atau cicilan rumah. Kebijakan Tapera dibentuk bertujuan untuk membantu orang berpenghasilan rendah mendapatkan perlindungan dan jaminan kepemilikan rumah sehingga mereka dapat menabung secara bertahap untuk memiliki rumah sendiri dengan adanya tabungan perumahan khusus.

Penolakan di Masyarakat

Publik ramai membahas tentang rencana pemerintah untuk menerapkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dengan memotong gaji semua pekerja di sektor formal. Jika sebelumnya hanya pegawai negeri sipil yang diwajibkan untuk mengambil bagian dalam Tapera atau memotong upahnya, sekarang perluasan kepesertaan termasuk penerima upah alias pegawai atau karyawan swasta serta BUMN, BUMD, BUMDes, TNI, dan Polri.

Menurut Pasal 15 Ayat (5a) PP Nomor 21/2024, PNS adalah target peserta Tapera pada awalnya adalah PNS, kemudian TNI dan Polri dan akhirnya BUMN dan BUMD. Karyawan swasta atau resmi diberi waktu selambat lambatnya 7 tahun sejak BP Tapera beroperasi atau 2025.

Menurut Pasal Ayat (4) PP Nomor 21 Tahun 2024, menteri yang relevan mengatur partisipasi pekerja dalam Tapera. Ini berarti Peraturan Menteri Keuangan akan mengatur partisipasi TNI/Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Menteri Tenaga Kerja bertanggung jawab atas kepesertaan pegawai swasta serta BUMN, BUMD, dan BUMDes. Sedangkan aturan kepesertaan pekerja mandiri akan menunggu aturan dari BP Tapera.

Kebijakan Pemerintah untuk memotong gaji sebagai kontribusi bagi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah memunculkan sisi baik dan sisi buruk dalam masyarakat. Instruksi tersebut tertuang dalam PP Nomor 25 Tahun 2020 yang mewajibkan pengurangan upah bagi seluruh pegawai, baik yang kerja di sektor publik maupun swasta.

Kebijakan pemotongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. DPR RI khususnya Komisi V menekankan pentingnya transparansi dalam implementasi kebijakan tersebut. Sementara itu banyak organisasi pekerja dan pengusaha yang menolak kebijakan ini karena menganggap kebijakan ini membuat beban semakin berat.

Sejumlah kelompok masyarakat, terutama aktivis dan organisasi advokasi menyuarakan penolakan mereka terhadap Tapera. Mereka berpendapat bahwa program ini menguntungkan pihak-pihak tertentu dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat sebenarnya.

Para pengkritik menegaskan bahwa masalah utama bukanlah kurangnya tabungan perumahan, tetapi kesulitan mendapatkan rumah yang murah, terutama di perkotaan. Mereka menyoroti fakta bahwa banyak masyarakat yang tidak memiliki rumah bukan karena kurangnya tabungan, tetapi karena kesulitan mendapatkan rumah yang murah.

Penolakan masyarakat terhadap penetapan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya kekhawatiran mengenai potongan gaji kebijakan Tapera akan mengurangi penghasilan bulanan mereka karena adanya potongan gaji untuk iuran Tapera.

Mereka berpendapat bahwa ini dapat memberatkan terutama bagi pekerja bergaji rendah. Kemudian kurangnya sosialisasi dan pemahaman bagi beberapa masyarakat merasa program Tapera belum tersosialisasikan dengan baik sehingga menimbulkan kesalahpahaman tentang manfaat, skema iuran, dan pengelolaannya serta ketidakpercayaan dan kekhawatiran pengelolaan dana Tapera tidak akan dilakukan dengan transparan dan akuntabel, mengingat kasus-kasus penyelewengan dana sejenis di masa lalu.

*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember

Konten berikut adalah iklan otomatis yang ditampilkan oleh Advernative. JemberTerkini.ID tidak terkait dengan materi konten ini.

Ketik kata kunci lalu Enter

close